Oleh : Syahrir Irwan Yusuf, SH (Pengamat dan Praktisi Hukum)
DALAM akhir pekan lalu, selama 2-3 hari berturut-turut pemberitaan pengunduran diri pegawai KPK dan khsusunya Kepala Biro Humas KPK mengisi pemberitaan media massa, baik itu media online, cetak maupun media elektronik nasional dan lokal.
Sekali lagi ini adalah pengunduran diri pegawai secara sadar dilakukan, bukan pemecatan oleh otoritas lembaga/ pimpinan. Jadi tidak perlu dibesar-besarkan.”
“KPK secara resmi telah memberikan keterangan melalui Jubirnya, Ali Fikri, bahwa selama periode 2016-2020 tercatat pegawai KPK yang mengundurkan diri sejumlah 157 orang. Pada tahun 2016 tercatat 46 orang pegawai KPK mengundurkan diri.
Atas dinamika ini saya memberikan pandangan;
1. Fenomena pengunduran diri pegawai adalah suatu fenomena yang biasa saja. Bukan sesuatu yang luar biasa dan istimewa. Hal ini juga terjadi pada instansi-instansi pemerintahan lain juga termasuk BUMN.
2. Pengunduran diri pegawai, atas permintaan sendiri dari pegawai-pegawai tersebut juga merupakan hak pribadi dan hak independensi pribadi dalam memilih dan menentukan sikap.
3. Pengunduran diri adalah suatu sikap yang dilandasi suka rela, dengan kesadaran penuh, untuk menyatakan mundur dari suatu keadaan.
“Atas pandangan dan catatan diatas, mengapa pengunduran diri pegawai KPK dan Kepala Biro Humas KPK menjadi heboh seolah polemik dan bernuansa dramatisasi?”
“Pertanyaannya apakah terjadi pelanggaran hukum atas pengunduran diri mereka? Ada kah hak-hak mereka sebagai pegawai KPK yang diabaikan? Apakah pegawai-pegawai tersebut merasa terzalimi? KPK adalah lembaga yang diisi oleh personal-personal yang memahami aturan hukum dan perundangan, jadi semestinya para pegawai tersebut yang mundur sudah paham rules of employee dari suatu lembaga seperti KPK.”
Pertanyaan berikutnya dari saya adalah apakah mereka dipecat oleh otoritas pimpinan lembaga KPK? Kan tidak dipecat, jadi tidak perlu menjadi polemik dan dramatisasi pengunduran diri pegawai KPK ini, karena hal tersebut adalah hak pribadi, pilihan pribadi yang dilakukan secara sadar oleh pegawai-pegawai tersebut.
“Kecuali mereka dipecat dan diabaikan hak-hak pegawainya. Barulah bisa dipolemikkan. Itu pun banyak mekanisme untuk memperjuangkan hak-hak pegawai.”
Jadi menjadi tambah aneh lagi jika ada pimpinan KPK yang ikut dalam gelombang polemik pengunduran diri pegawai KPK, membuat pernyataan yang membuat suasana bertambah keruh sehingga menambah panjang seperti dramatisasi fenomena ini. Kekompakan pimpinan KPK juga diuji atas masalah ini.
“Sekali lagi ini adalah pengunduran diri pegawai secara sadar dilakukan, bukan pemecatan oleh otoritas lembaga/ pimpinan. Jadi tidak perlu dibesar-besarkan.”**