BANGGAIPOST.COM- Guru Besar Hukum Konstitusi Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor, Prof Dr Andi Asrun mengamati jalannya sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Kabupaten Banggai di Mahkamah Konstitusi (MK) pasca pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU).
Prof Andi menilai, PSU dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Banggai tahun 2024 semakin memperlihatkan adanya pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM), yang diduga dilakukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 01, Amiruddin selaku petahana.
“PSU tersebut merupakan perintah dari Mahkamah Konstitusi akibat terbuktinya pelanggaran yang lakukan oleh Bupati Petahana aquo, yang secara hukum apabila perbuatan serupa dilakukan lagi oleh Calon Bupati yang merupakan petahana maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan tindakan yang berlanjut,” papar prof Andi dalam keterangan resminya pada Rabu, 30 April 2025.
Dalam pelaksanaan PSU kali ini di Kabupaten Banggai, kata dia, terjadi pula dugaan money politics pada 27 Maret 2025.
Kronologinya, tim Paslon 01 ATFM terindikasi mengambil dana THR di rumah bendahara paslon 01 ATFM yang beralamat di Bunta. Saat tiba di kediaman sang bendahara, Tim Paslon ATFM diberikan 21 data penerima THR. Dana THR tersebut dibagikan di Desa Beringin Jaya, Kecamatan Simpang Raya.
Saat membagikan THR, Tim Paslon 01 ATFM mendokumentasikan dengan memfoto penerima dengan pose mengangkat jempol kanan sebagai simbol gelombang pertama (penerima THR).
Saat menyerahkan uang THR sebesar Rp200 ribu, tim Paslon 01 diduga berpesan dana tersebut berasal dari ATFM. Lalu diduga pada 2 April 2025, Tim ATFM kembali diminta untuk mengambil dana THR gelombang ke-2 sebanyak 18 amplop di rumah bendahara paslon 01 ATFM di Kecamatan Bunta.
Dana tersebut terindikasi dibagikan di wilayah Desa Beringin Jaya dengan total Rp300 ribu per amplopnya, kemudian mendokumentasikan dengan pose mengangkat jari telunjuk kanan dan kiri sebagai simbol gelombang 2.
Saat penyerahan dana, Tim Pasion 01 tak lupa berpesan bahwa dana tersebut berasal dari ATFM. Kemudian, Pada 3 April 2025, tim AT FM diduga kembali menerima 17 amplop dari bendahara paslon 01 ATFM di Bunta. Amplop tersebut berisikan uang Rp200 ribu dan dibagikan kembali di Desa Beringin Jaya, Kecamatan Simpang Raya.
Saat menyerahkan dana dilakukan pengambilan dokumentasi dengan pose mengangkat jempol kiri sebagai simbol serangan Fajar dan berpesan kepada penerima bahwa dana tersebut merupakan serangan fajar dari paslon 01 ATFM.
Karena itu, setelah mengamati perkembangan sidang di MK, Prof Andi berpandangan sebagai berikut;
Perbuatan menjanjikan atau memberikan uang Rp100juta dan telah menjadikan tempat ibadah sebagai tempat kampanye merupakan pelanggaran serius dari UU Pilkada.
Apalagi terdapat video yang beredar dan menjadi bukti bahwa Pelaku adalah merupakan tim dari pasangan calon nomor urut 01, Amirudin dan Furqanuddin Masulili.
Perbuatan sebagaimana yang terurai, Prof Andi menduga merupakan pelanggaran terhadap 187A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Regulasi itu disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah dan paling banyak Rp1 miliar.
“Hal tersebut belum lagi soal dugaan lain penggunaan program pemerintah atau kegiatan oleh petahana yang menguntungkan Patahan, karena Petahana tidak mengambil cuti dalam pelaksanaan PSU,” tegas dia.
Ia menilai, Bawaslu yang merupakan penegak hukum pemilihan seharusnya menindaklanjuti permasalahan tersebut secara serius.
Mencermati keterangan Bawaslu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi pada Selasa 29 April 2025, Bawaslu malah bertindak seolah-olah sebagai pihak, menjelaskan perkara secara berlebihan bahkan cenderung berpihak kepada petahana.
“Bawaslu seharusnya menjelaskan saja apa yang terjadi sesuai tupoksinya dan tidak mengeluarkan statemen yang menyudutkan. Ahli menilai Bawaslu bersikap “tidak normal” seperti dalam perkara perkara lain, di perkara Kabupaten Banggai, Bawaslu cenderung mengeluarkan pernyataan dalam persidangan yang menguntungkan Paslon 01, yang mana jelas merupakan petahana,” ujar Prof Andi.
Dalam perkara-perkara money politics, apalagi yang dilakukan oleh Tim Paslon, kata dia, seharusnya mendapatkan perhatian serius dari penegak hukum pemilihan, karena dapat berdampak terhadap status calon yaitu diskualifikasi.
“Dalam hal ini nyatanya sudah masuk dipersidangan, maka seharusnya Mahkamah Konstitusi mengambil alih untuk mengadili dan menggali lebih dalam peristiwa khusus yang di persangkakan,” paparnya.
Menurut Prof Andi, perkara PSU Kabupaten Banggai yang merupakan hasil koreksi terhadap pelaksanaan Pilkada sebelumnya diputus oleh Mahkamah sangat layak untuk diteruskan dan bahkan diputus diskualifikasi terhadap paslon nomor urut 1, Amiruddin – Furqanuddin Masulili. ***