Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD, Senin (3/5).[Foto:Dokumentasi Banggai Post]
BANGGAIPOST,Luwuk- Produk Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2020 yang diprakarsai eksekutif belakangan ini menuai polemik dikalangan pedagang pasar.
Betapa tidak, penetapan biaya retribusi jasa umum pelayanan pasar yang tertuang dalam regulasi itu dinilai sangat membebankan pedagang.
Jika sebelumnya besaran tarif hanya Rp. 90 ribu berubah menjadi Rp. 210 ribu perbulan, dari Rp. 2500 perhari menjadi Rp.4000 perhari.
Disela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III, Senin (3/5), sejumlah pedagang mengaku jika rancangan Perda yang telah disahkan menjadi Perda itu, tidak di sosialisasikan ketengah-tengah pedagang pasar, sebagai objek diterapkannya aturan tersebut.
Atas kondisi ini, Komisi III pun tidak tinggal diam untuk segera mengatasi polemik yang kini meresahkan para pedagang itu.
Anggota Komisi III Irwanto Kulap,SP menilai produk Perda tersebut tidaklah sempurna, kontroversi dengan kehendak rakyat.
Harusnya kata dia, sebelum dibuatkan rancangan Peraturan Daerah, pemarkarsa dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah harus mengawalinya dengan melakukan uji publik kepada masyarakat.
Adapun kegiatan uji publik ini bertujuan untuk mendapat masukan dari perangkat daerah terkait, lembaga masyarakat, untuk kemudian diakamodir dalam Rancangan Peraturan Daerah, dengan memperhatikan ketentuan peraturan yang lebih tinggi agar tidak terjadi disharmonis peraturan perundang-undangan.
Solusi yang ditawarkan Aleg Fraksi Golkar ini adalah, untuk segera melahirkan keputusan bersama DPRD dan Bupati Banggai tentang penundaan penerapan tarif retribusi pedagang pasar yang baru. Tentunya dengan tidak mengeliminir perda yang ada, karena akan mempengaruhi regulasi retribusi yang lain.
Penundaan dimaksud sangat logis, mengingat situasi perekonomian masyarakat khusunya pedagang pasar saat ini serba tidak menentu. Salah satunya disebabkan adanya pandemi covid-19.
Tarif retribusi yang baru diterapkan, jika kondisi perekonomian benar-benar telah pulih,”Fraksi Golkar secara tegas menyetujui penundaan pemberlakuan tarif pedagang pasar yang baru. Penundaan hanya berlaku untuk tarif retribusi pedagang pasar saja, tidak berlaku untuk IMB dan lainnya, adapun tarif yang nantinya digunakan merujuk tarif retribusi sebelumnya”tegas Wanto begitu ia disapa.
Ketua Komisi III Fuad Muid saat memimpin rapat sependapat dengan solusi yang diutarakan Irwan Kulap. Iapun menyarankan kepada pihak eksekutif untuk lebih maksimal melakukan uji publik dan sosialisasi mengenai produk perda yang diprakarsainya.
Saran tersebut di utarakan ketua Komisi III menanggapi informasi Bagian Hukum Setda Banggai, yang mengindikasikan tidak maksimalnya proses melahirkan produk perda.
Pertama, sosialisasi dilakukan pihak eksekutif tidak melibatkan pedagang pasar secara utuh. Melainkan hanya mengundang unsur Kecamatan, Lurah, dan Kepala Desa dengan harapan informasi yang disosialisasikan akan sampai kepada para pedagang.
Kedua, dalam sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah kenaikan tarif retribusi pedagang pasar, eksekutif tidak menyampaikan besaran tarif yang dibebankan kepada para pedagang. Besaran tarif di sosialisasikan pihak eksekutif pasca Perda tersebut di tetapkan. (NS)