Oleh: Supriadi Lawani
Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) di sejumlah wilayah, yang pada beberapa sektor mencapai penurunan hingga 40 persen, menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam menjaga kualitas layanan publik. Dalam situasi fiskal yang ketat ini, Pemerintah Kabupaten Banggai berencana melakukan penataan besar pada RSUD Luwuk, termasuk pembangunan gedung baru untuk meningkatkan kapasitas layanan.
Rencana tersebut tentu patut diapresiasi sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah dalam memperbaiki fasilitas kesehatan. Namun, ada pertanyaan penting yang perlu diajukan: apakah perbaikan bangunan harus menjadi prioritas utama ketika ketersediaan dokter spesialis dan peralatan medis masih menjadi persoalan mendasar?
Di tengah keterbatasan anggaran, pemilihan prioritas bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal keberanian menentukan apa yang paling dibutuhkan masyarakat saat ini.
Pasien Masih Tergantung pada Rujukan
RSUD Luwuk telah menunjukkan banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir. Namun hingga hari ini, sejumlah layanan esensial masih belum dapat ditangani secara penuh di daerah sendiri. Pasien jantung, misalnya, tetap harus dirujuk ke Palu atau Makassar untuk tindakan intervensi seperti pemasangan ring, operasi jantung, atau pemeriksaan lanjutan menggunakan cath lab.
Keberadaan dokter spesialis jantung merupakan langkah maju, tetapi tanpa dokter kardiologi intervensi dan peralatan cath lab, kemampuan layanan tetap terbatas.
Hal serupa terlihat pada layanan urologi. Hingga kini, Banggai belum memiliki dokter urologi, sementara kasus batu ginjal, gangguan saluran kemih, dan pembesaran prostat cukup sering ditemui. Tanpa dokter urologi, tindakan dasar endoskopi atau ESWL belum dapat diberikan di dalam daerah.
Pada kasus penyakit ginjal, layanan hemodialisis tersedia, tetapi ketiadaan dokter nefrolog membuat penanganan komplikasi berat tetap mengandalkan rujukan ke luar daerah.
Rangkaian kondisi ini memperlihatkan bahwa persoalan paling mendasar RSUD Luwuk bukan terletak pada bangunan fisik, melainkan pada kapasitas layanan yang ditentukan oleh dokter dan alat.
Kontradiksi Pembangunan Fisik di Masa Fiskal Ketat
Dalam situasi pengetatan anggaran nasional, banyak daerah menunda proyek-proyek fisik berskala besar dan memprioritaskan belanja yang berdampak langsung pada pelayanan publik. Namun Kabupaten Banggai memilih tetap mengalokasikan perhatian pada pembangunan gedung rumah sakit.
Secara politis, bangunan baru mudah terlihat hasilnya. Namun secara kebijakan kesehatan, pembangunan fisik tidak serta-merta meningkatkan kualitas layanan, terlebih jika kebutuhan dasar belum terpenuhi. Pengalaman banyak daerah menunjukkan bahwa rumah sakit megah dapat menjadi tidak efektif jika kekurangan dokter spesialis, peralatan intervensi, atau dukungan manajemen layanan.
Karena itu, rencana pembangunan gedung RSUD Luwuk perlu dipertimbangkan dalam kerangka prioritas yang lebih luas: bagaimana memastikan bahwa investasi tersebut benar-benar menjawab kebutuhan medis masyarakat Banggai saat ini.
Menata Ulang Prioritas Kesehatan
Agar RSUD Luwuk dapat mengurangi ketergantungan pada rujukan dan memperkuat fungsi rujukan tingkat kabupaten, sejumlah langkah strategis perlu ditempatkan sebagai prioritas utama:
1. Pemenuhan Dokter Spesialis Prioritas
Urologi, nefrologi, kardiologi intervensi, bedah subspesialis, serta tenaga anestesi senior.
2. Pengadaan Alat Kesehatan yang Relevan
Cath lab, ESWL, peralatan ICU, dan instrumen untuk tindakan intervensi yang sering dibutuhkan.
3. Investasi Jangka Panjang pada SDM
Skema beasiswa, ikatan dinas, dan insentif untuk memastikan keberlanjutan tenaga
4. Penguatan Manajemen Layanan Perbaikan sistem rujukan, alur pelayanan pasien, serta tata kelola yang mendukung layanan cepat dan akurat.
Langkah-langkah ini akan memberikan dampak langsung terhadap kemampuan rumah sakit dalam menangani kasus-kasus yang selama ini masih dirujuk.
Menutup Ruang Ragu
Pembangunan gedung rumah sakit dapat memberikan manfaat penting sebagai penunjang layanan jangka panjang. Namun dalam konteks fiskal yang penuh tantangan, keputusan ini harus diiringi dengan penataan prioritas yang lebih cermat.
Selama pasien Banggai masih bertumpu pada rujukan ke Palu dan Makassar untuk layanan jantung, urologi, maupun ginjal, maka pekerjaan rumah kita di bidang kesehatan masih besar. Infrastruktur fisik yang representatif memang diperlukan, tetapi kualitas layanan ditentukan oleh dokter, alat, dan tata kelola yang bekerja efektif.
Karena itu, merumuskan ulang prioritas adalah langkah penting. Bangunan dapat dibangun kapan saja. Namun pemenuhan dokter spesialis dan peralatan medis adalah kebutuhan mendesak yang tidak boleh menunggu-karena itulah kebutuhan nyata masyarakat Banggai hari ini, dan fondasi utama menuju layanan kesehatan. yang mandiri dan berdaya.**
Luwuk 18/11/2025
Penulis adalah petani pisang












