BANGGAIPOST.COM,Luwuk- Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Luwuk kembali mendapat sorotan. Pasalnya, layanan di rumah sakit pemerintah itu dinilai tak maksimal, hingga membuat pasien memilih pindah ke fasilitas kesehatan (Faskes) lain.
Hal ini menimpah salah satu apatur sipil negara (ASN) yang menderita diabetes dan harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.
Harapan mendapatkan pelayanan maksimal dan ruangan sesuai kelas, tak didapatnya. Pasien hanya mendapatkan ruangan kelas 3, padahal program JKN yang dibayarnya per bulan selama puluhan tahun adalah kelas 1.
Tak puas dengan layanan di RSUD Luwuk, pasien pun memilih pulang dan pindah ke RS Claire Medika. Namun di rumah sakit ini, pasien dicatat sebagai pasien umum dan harus membayar biaya perawatan puluhan juta.
Kasus pasien pindah faskes pun akhirnya sampai ke DPRD Kabupaten Banggai. Komisi III yang diketuai Suprapto memanggil semua pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Hadir dalam rapat dengar pendapat, Anggota DPRD Banggai dari fraksi Gerindra, Herdiyanto Djiada menyampaikan keprihatinan atas kasus tersebut.
“Kalau pelayanan kesehatan kepada masyarakat itu berjalan baik, persoalan seperti ini tidak akan muncul di DPRD,” ujar Herdiyanto Djiada, Rabu 24 September 2025.
Menurutnya, potret kasus pasien yang tak puas dan harus pindah ke faskes lain, merupakan cerminan pelayanan yang tidak maksimal di RSUD Luwuk.
“Kenapa dia harus pindah ke RS Claire Medika? Karena pasien merasa tidak puas dengan pelayanan Rumah Sakit Luwuk. Ini potret yang harus kita ambil dan jadi bahan evaluasi,” cetusnya.
Kasus ini kata Herdi, hanya salah satu contoh dari kasus-kasus lainnya yang juga pernah terjadi karena ketidakpuasan pelayanan rumah sakit.
“Kalau kita lihat, beberapa waktu lalu, banyak masyarakat yang komplain dengan pelayanan RSUD Luwuk. Jadi saya kira, pelayanan harus lebih dimaksimalkan dan ini jadi evaluasi bersama,” tekannya.
Dalam RDP itu, pihak RSUD Luwuk mengklaim, penempatan pasien di Kelas 3 yang tak sesuai dengan kepesertaannya, karena ruangan Kelas 1 saat itu full.
Kondisi ini tentunya mendapat sorotan tajam dari Herdi, selaku Anggota DPRD Banggai. Menurutnya, RSUD Luwuk sebagai rumah sakit rujukan dari beberapa daerah, harusnya memiliki fasilitas memadai.
“Kenapa hal-hal mendasar seperti ini (penambahan ruang inap), harusnya ini menjadi skala prioritas pemerintah daerah ketimbang pembangunan seperti kolam renang,” ucap Herdi.
Menyentil soal pembangunan kolam renang yang menguras APBD begitu besar mencapai Rp15 Miliar untuk tahap 1, dinilai bukan skala prioritas bagi masyarakat.
“Kalau memang pemerintah mau betul-betul meningkatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat, penambahan ruangan RSUD Luwuk harus diprioritaskan, bukan bangun kolam renang,” cetusnya.
Di akhir statementnya, Herdi menegaskan, sudah saatnya pemerintah daerah turun tangan dan melakukan pengawasan ketat terhadap manajemen pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Luwuk, agar tidak ada lagi keluhan masyarakat terkait pelayanan kesehatan.
Diketahui, dilansir dari media online Cakrawala Banggai, rapat dengar pendapat yang digelar Komisi III itu menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yakni meminta Pemda Banggai berkoordinasi dengan BPJS untuk memastikan pengembalian biaya sebesar Rp23 juta kepada pasien.
Kemudian, mendesak RSD Luwuk segera melakukan perbaikan mutu pelayanan melalui alokasi APBD Tahun 2026, agar standar pelayanan kembali sesuai dengan status rumah sakit tipe B.
Selanjutnya, mendorong pengawasan ketat terhadap rumah sakit swasta di Kabupaten Banggai, termasuk RS Claire Medika, agar pelayanan terhadap pasien BPJS tidak diselewengkan.
Kemudian terakhir, menginstruksikan BPJS untuk lebih gencar melakukan sosialisasi layanan di tahun anggaran 2025, agar masyarakat memahami hak-hak mereka secara utuh. (*)