Oleh: Novita Sari Yahya
Bayangkan: Mesin menguasai data, tapi hanya imajinasi manusia yang ciptakan wayang dan batik. Di Indonesia, kekuatan itu ada—tapi sering terkubur luka sejarah. Saatnya gali, sebelum terlambat.
Warisan Artistik: Kekuatan Utama Bangsa
Bangsa Indonesia memiliki keunggulan artistik, seperti diungkap Mochtar Lubis, tercermin dalam seni tari, folklore, ukiran, batik, dan wayang yang menjadi warisan UNESCO. Dalam pidato kebudayaannya di Taman Ismail Marzuki tahun 1977, Lubis menekankan sifat artistik sebagai kekuatan utama bangsa, meski kerap tertutupi kelemahan lain seperti kemalasan atau suka meratap.
Era Digital: Imajinasi yang Terancam
Di era digital, imajinasi manusia menjadi kunci, karena mesin unggul pada data rutin, bukan kreativitas orisinal. Namun, sejarah berdarah kerap mengekang potensi ini. Pemberontakan PRRI 1958 di Sumatera Barat menewaskan ribuan anak muda Minang, sedangkan tragedi G30S/PKI 1965 menewaskan 500.000–1 juta jiwa secara nasional, termasuk 80.000 di Bali, meninggalkan trauma kolektif yang masih terasa. Mahasiswa Indonesia di Eropa Timur pasca-1965 juga banyak yang diasingkan, kehilangan hak pulang dan status kewarganegaraan.
Kapitalisme dan Trauma: Tekanan pada Kreativitas
Dominasi kapitalisme dan sistem industri berisiko menekan kreativitas manusia Indonesia. Sejarah menunjukkan, karya nyata seperti Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer berhasil diakui dunia meski sempat dilarang Orde Baru. Setiap generasi Indonesia perlu dibesarkan dengan kesadaran sejarah dan etika, mengenal kehebatan kerajaan Nusantara seperti Majapahit dan Sriwijaya.
Ubah Mental: Dari Rendah Diri ke Mandiri
Mental merendahkan diri, seperti yang dianalisis Rosihan Anwar, masih tertanam dalam budaya kita. Mental ini harus diganti dengan sikap terhormat dan mandiri, seperti yang dicontohkan Jahja Datoek Kajo dalam perjuangannya di Volksraad 1927–1939. Budaya feodalisme yang membuat rakyat membungkuk, seperti dikritik Sutan Sjahrir, juga harus diubah agar tercipta bangsa kreatif, etis, dan mandiri.
Bangga pada Karya Nyata: Langkah Menuju Kekuatan
Manusia Indonesia perlu bangga pada karya nyata yang diakui internasional, bukan sekadar popularitas semu. Pemikiran, ucapan, dan tindakan harus selaras, membentuk bangsa yang kuat di tengah tantangan global. Dari kelam sejarah, ciptakan cahaya kreativitas baru.(*)
Daftar Referensi
Lubis, Mochtar. Pidato Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, 1977.
Tempo. “Sejarah Singkat G30S, Kronologi, dan Tokoh yang Gugur,” diakses 2025.
Anwar, Rosihan. Sejarah Kecil Petite Bourgeois, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005.
Pramoedya Ananta Toer. Tetralogi Buru, Jakarta: Hasta Mitra, 1980–1988.
Sjahrir, Sutan. Diplomasi dan Politik Indonesia, Jakarta: Penerbit Mizan, 1999.
Jahja Datoek Kajo. Pidato di Volksraad 1927–1939, Arsip Nasional Indonesia.
UNESCO. Wayang (2003) dan Batik (2009) sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.
Novita sari yahya
Kegiatan sehari-hari penulis dan peneliti.
Penulis buku
1..Romansa Cinta
2.Padusi: Alam Takambang Jadi Guru
3. Novita & Kebangsaan
4. Makna di setiap rasa antologi 100 puisi bersertifikat lomba nasional dan internasional
5. Siluet cinta, pelangi rindu
6. Self Love : Rumah Perlindungan Diri.
Kontak pembelian buku : 089520018812
Instagram: @novita.kebangsaan