BANGGAIPOST.COM, Banggai Laut- Desa Monsongan, Kecamatan Banggai Tengah, Kabupaten Banggai Laut, Sulwesi Tengah, secara resmi menetapkan dua kawasan laut yakni Batu Kolong dan Reef Soku, sebagai wilayah Bank Ikan atau zona larang tangkap sementara.
Upaya ini sebagai bentuk perlindungan terhadap ekosistem terumbu karang yang mengalami degradasi.
Peresmian Bank Ikan yang merupakan kolaborasi antara masyarakat desa, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Maritim Nusantara (Lemsa) tersebut, dilakukan melalui lokakarya yang digelar di Monsongan pada Jumat 16 Mei 2025.
Kegiatan bertajuk “Penetapan Bank Ikan Sebagai Upaya Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang” ini dihadiri oleh 56 peserta dari berbagai institusi, yang awalnya ditargetkan 30 orang.
Peserta terdiri dari perwakilan Dinas Perikanan Banggai Laut, UPT Pelabuhan dan KKP3K Wilayah VI, Satuan PSDKP, Pospolairud, pemerintah desa dan BPD, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, pemuda, hingga para nelayan.
Lokakarya ini juga merupakan tindak lanjut dari riset partisipatif yang dilakukan Lemsa terkait kondisi ekologi, ekonomi, dan sosial pesisir Monsongan.
Hasil riset menunjukkan kerusakan terumbu karang dan rendahnya biodiversitas akibat aktivitas penangkapan tidak ramah lingkungan di masa lalu, termasuk penggunaan bom ikan.
“Dari temuan lapangan, kondisi ekosistem di beberapa titik sangat memprihatinkan. Karena itu, Lemsa mendorong solusi berbasis komunitas berupa zona perlindungan sementara. Ini bentuk dari pendekatan Bank Ikan, yang akan kami uji selama enam bulan ke depan,” jelas Muhammad Syukri, Koordinator Program Lemsa.
Kepala Dinas Perikanan Banggai Laut, Sumarto M. Lalu, menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif ini.
“Kami menyadari keterbatasan wewenang kabupaten dalam urusan konservasi pasca UU 23, tapi melalui pendekatan pemberdayaan seperti ini, kami melihat peluang besar untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan,” katanya.
Sementara itu Pihak UPT Pelabuhan dan KKP3K Wilayah VI, melalui Kepala Seksi Konservasi Rusdi Ali, menyebut bahwa, program Lemsa sebagai solusi strategis yang mengisi celah antara keterbatasan aparat dan kebutuhan di lapangan.
“Kami sudah bermitra dengan Lemsa sejak 2022. Program mereka menyentuh langsung masyarakat dan efektif untuk pengawasan sumber daya,” ujarnya.
Dikesempatan itu juga masyarakat menyuarakan dukunganya terhadap program Bank Ikan, melalui Kelompok Pengawas.
Ketua Pokwasmas Padadakauang, menyebut, terjadi penurunan drastis praktik bom ikan sejak pembentukan kelompok pengawas.
Sementara salah seorang nelayan, Iskandar, menyatakan kesiapannya menjalani larangan tangkap selama enam bulan. “Kalau hasilnya bagus, kita bisa lanjutkan,” ujarnya.
Kegiatan lokakarya ditutup dengan penandatanganan berita acara oleh seluruh pihak sebagai bentuk kesepakatan bersama. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi awal dari upaya konservasi laut berkelanjutan berbasis masyarakat di wilayah Banggai Laut dan sekitarnya.
Untuk diketahui, konsep Bank Ikan adalah sistem zona tangkap yang dikelola secara partisipatif oleh masyarakat. Dalam praktiknya, area tertentu dilarang melakukan aktivitas penangkapan dalam jangka waktu tertentu, guna memberi kesempatan biota laut berkembang biak dan memulihkan ekosistem. Di Monsongan, bank ikan ini diberi nama “Rumah Dayah” – istilah dari bahasa Bajo yang berarti rumah ikan.
Penutupan wilayah dilakukan secara sukarela oleh nelayan, dengan komitmen menjaga dan mengawasi area tersebut. Pemasangan tanda batas kawasan akan dilakukan untuk memberi kejelasan wilayah larang tangkap. Program ini juga melibatkan Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas) yang dibentuk di desa tersebut.(Rls)