Angka besar menipu. Ketergantungan tinggi pada transfer pusat dan serapan lambat membuat APBD 2025 rawan guncangan, sementara potensi PAD belum optimal.
BANGGAI POST, LUWUK – Kabupaten Banggai resmi mengesahkan APBD Tahun Anggaran 2025 dengan total belanja ±Rp3,25 triliun. Namun, fakta mengejutkan muncul: Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya menyumbang 9,6 persen , jauh dari angka ideal. Ketergantungan pada dana transfer pusat (DAU, DAK, DBH) dan rendahnya serapan belanja menempatkan APBD ini pada posisi rentan, berpotensi menghambat program prioritas dan kesejahteraan rakyat.
Analis Kebijakan Publik, Nadjamuddin Mointang, mengatakan, rendahnya PAD menandakan kapasitas fiskal lokal masih lemah. “Ketergantungan tinggi pada transfer membuat daerah sensitif terhadap perubahan kebijakan pusat,” jelas Mointang dalam rilis yang diterima Banggai Post, Sabtu (6/9).
PAD yang rendah juga menunjukkan administrasi penagihan belum optimal, basis pajak sempit, dan hambatan pelayanan/penegakan yang nyata.
Total pendapatan daerah ditetapkan ±Rp3,07 triliun, dengan PAD sekitar Rp294,5 miliar, sisanya dari transfer dan pendapatan sah lainnya. Pendapatan lain seperti pengelolaan aset daerah, BUMD, layanan BLUD, denda/sanksi administrasi, dan hibah masih relatif kecil, padahal potensi peningkatannya besar melalui monetisasi aset dan digitalisasi layanan fiskal.
Disebutkan, belanja daerah 2025 menempatkan porsi besar pada belanja pegawai, belanja barang/jasa, dan belanja modal. Alokasi hibah, bantuan keuangan, dan belanja tak terduga tercatat, namun masih relatif kecil. Pola ini menegaskan perlunya keseimbangan antara belanja rutin dan investasi produktif.
Masih dalam rilisnya, Nadjamudin membeberkan beberapa risiko utama APBD 2025:
- Ketergantungan transfer → risiko jika pusat mengubah alokasi.
- Rendahnya penagihan PAD → target tidak tercapai, memaksa pembiayaan darurat.
- Serapan belanja lambat → program prioritas terhambat.
Lantas bagaimana mengatasinya?
Nadjamudin menyarankan langkah prioritas sesuai jangka waktu:
Jangka Pendek (0–12 bulan)
- Audit cepat basis PAD & target sektoral.
- Percepat digitalisasi penerimaan pajak/retribusi, integrasikan data wajib pajak dengan izin usaha.
- Bentuk tim penagihan terpadu lintas OPD.
- Prioritaskan serapan belanja modal produktif.
Jangka Menengah (1–3 tahun)
- Perluas basis PAD (PBB-P2, retribusi parkir, pemanfaatan ruang publik).
- Optimalkan aset daerah & BUMD (sewa lahan, pasar, terminal).
- Reformasi tarif & insentif untuk mendorong pendaftaran wajib pajak baru.
- Implementasi anggaran berbasis kinerja (PBBA) agar output/outcome jelas.
Jangka Panjang (3–5 tahun)
- Diversifikasi ekonomi lokal (pertanian, kelautan, turisme, pengolahan) untuk memperkuat basis pajak usaha.
- Bangun cadangan fiskal & mekanisme manajemen risiko.
- Tingkatkan transparansi dan akuntabilitas melalui publikasi dashboard kinerja keuangan per OPD.
Sementara untuk Indikator Kinerja yang disarankan (KPI Fiskal) sebagai berikut (lihat grafis).
“Sebagai penutup saya ingin menyatakan bahwa APBD Banggai 2025 menyimpan peluang sekaligus risiko besar. Percepatan penagihan, digitalisasi pembayaran, prioritas belanja modal siap pakai, dan monetisasi BUMD harus jadi fokus agar anggaran besar ini benar-benar berdampak bagi kesejahteraan rakyat,” tegas putra asli Banggai yang kini berkiprah sebagai ASN di Kemenapn RB.(Alin)