Branding Halu-halu, Cara Naik Kelas dan Pencucian Nama

Oleh: Novita Sari Yahya


Di negeri Konoha , cara tercepat untuk naik kelas bukan lewat prestasi, apalagi kerja keras, melainkan lewat panggung pencitraan. Caranya sederhana: beli sponsor, panggil media, dan pastikan ada kamera yang merekam. Tidak peduli isi pidato ngawur, yang penting ada momen: jalan di sawah, naik perahu waktu banjir, atau pura-pura panen padi. Semua demi headline: “Pejabat dekat dengan rakyat.”

Setelah masa jabatan lewat, bau busuk biasanya terbongkar. Dari skandal proyek mangkrak, mark-up anggaran, sampai urusan “kebetulan” rekening tambun hasil rampokan. Itulah ironinya: pencitraan yang awalnya wangi kamera, berakhir amis berita.

Yang lebih lucu, teknik branding halu-halu ini menular ke dunia pageant. Gelar “empowerment” bisa dipakai siapa saja—asal ada sponsor, buzzer, dan dana segar. Bahkan ada yang menyandang gelar miss-miss an lalu terungkap di media justru dikenal sebagai PSK berkelas. Akhirnya gelar pun dicopot, publik ternganga, dan yayasan yang katanya membawa nama Indonesia ke panggung internasional malah dipertanyakan kredibilitasnya.

Fenomena buzzer pageant ini tidak kalah heboh dengan buzzer politik. Ada yang rela mati-matian memoles kandidat tak layak demi sorotan portal pecinta pageant. Semuanya penuh transaksi, lengkap dengan bumbu gosip ala emak-emak kompleks. Standar kriteria? Ah, itu nomor sekian. Yang penting ada branding, meski panggung jadi tempat cuci dosa.

Maka tak heran, muncul pertanyaan: “Apakah Indonesia diwakili ani-ani atau simpanan?” Persaingannya makin seru, sesama ani-ani berebut spotlight internasional. Padahal representasi bangsa mestinya bukan sekadar “hello girls smart” yang penuh tempelan brosur motivasi, melainkan pribadi yang benar-benar bersih. Bersih dari jual diri, pesta miras, dan pergaulan bebas.

Di negeri Konoha, branding halu-halu memang jadi tiket naik kelas instan. Tapi satu hal yang tak bisa dipoles oleh kamera: reputasi. Kamera bisa bohong, tapi rekam jejak pasti ada bekasnya.(*)

Novita Sari Yahya
National Director Indonesia 2023-2024.
Suka bikin tulisan satire.