‎Kemenangan Miss Universe: Satu Dekade Advokasi dan Figur Inspiratif

‎Pengalaman Pribadi dalam Dunia Pageant

Oleh: Novita Sari Yahya

Penulis, Peneliti dan National Director Indonesia 2023-2024.

KEMENANGAN Miss Universe selama sepuluh tahun terakhir ditentukan oleh figur yang kuat dan advokasi yang berdampak. Tulisan ini saya susun berdasarkan pengalaman pribadi sebagai National Director Indonesia untuk kategori miss, mrs dan mister tahun 2023–2024. Sebelumnya, saya juga pernah menjadi finalis Putri Ayu Indonesia mewakili Sumatera Barat pada tahun 1995, serta meraih gelar Runner-up 2 Putri Kartini dari Padang.

‎Keterlibatan saya dalam dunia pageant tidak berhenti pada masa muda. Kembalinya saya ke panggung ini didorong oleh keterlibatan putri saya dalam pemilihan nasional. Dari sana, saya menemukan bahwa tidak semua pageant sejalan dengan visi dan misi saya sebagai perempuan Indonesia. Karena itulah, di tengah kesibukan yang padat, saya tetap menyempatkan diri mengelola jalannya pageant. Bahkan, saya juga ikut serta dalam  pemilihan  Miss Universe Indonesia 2024 dan 2025, walau akhirnya tidak berlanjut ke tahap audisi offline.

Pepatah Minang berbunyi: “Kalau kamu tidak pernah terlibat, maka kamu tidak bisa menuliskan atau mengatakan yang sebenarnya. Hanya sekadar ota di lapau atau palanta.” Pepatah ini menjadi pegangan saya dalam memahami dan mengulas perjalanan Miss Universe, khususnya dalam satu dekade terakhir.

‎Pergeseran Paradigma: Dari Fisik ke Figur Inspiratif

‎Dalam sepuluh tahun terakhir (2015–2024), hampir semua pemenang atau finalis sepuluh besar Miss Universe adalah figur kuat yang menginspirasi. Mereka bukan sekadar cantik di atas panggung, melainkan membawa misi sosial, keberanian, dan advokasi yang berdampak.

Perubahan ini semakin terlihat sejak diterapkannya slogan Miss Universe 2024–2025 yang menekankan inklusivitas. Tidak ada lagi batasan usia, bentuk tubuh, atau standar kecantikan semata. Bahkan, perempuan plus size dan transgender dapat berkompetisi secara setara.

Tahun 2025 menjadi titik balik besar, ketika beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Brasil, dan India, mengirimkan perwakilan perempuan usia matang yang menonjolkan pengalaman hidup mereka sebagai modal utama.

Standar Penilaian dalam Miss Universe

Menurut kriteria resmi Miss Universe Organization (MUO), proses penilaian dilakukan secara multi-tahap dengan menekankan keseimbangan antara kecantikan fisik, kecerdasan, kepribadian, dan dampak sosial.

Tahapan tersebut meliputi:

‎1. Private Interview (25–30%)
Menilai kepribadian, kecerdasan, dan advokasi. Kandidat diuji konsistensinya dalam mewakili negara serta potensinya sebagai duta global.

‎2. Swimsuit (15–20%)
‎Bukan sekadar bentuk tubuh, melainkan kepercayaan diri, kesehatan, postur, dan keanggunan gerak.

3. Evening Gown (20–25%)
Menilai elegansi, rasa seni, serta kemampuan menyampaikan identitas budaya melalui penampilan.

4. On-Stage Question (20%)
‎Menguji kecerdasan, kemampuan berbicara di bawah tekanan, dan kedalaman pemikiran. Pertanyaan biasanya terkait isu global seperti kesetaraan gender, perubahan iklim, hingga pemberdayaan perempuan.

‎5. Overall Impression & Advocacy (sisanya)
‎Termasuk voting publik melalui aplikasi resmi Miss Universe, serta advokasi kandidat dalam platform Voice for Change yang diluncurkan sejak 2023.

Proses ini menunjukkan bahwa MUO mencari kandidat dengan the complete package: percaya diri, autentisitas, kecerdasan, serta kemampuan membawa isu sosial ke panggung dunia.

Pemenang Miss Universe: 2015–2024

Setiap pemenang Miss Universe dalam satu dekade terakhir membawa cerita dan advokasi yang kuat:

2015 – Pia Wurtzbach (Filipina): advokasi HIV/AIDS dan self-acceptance.

‎2016 – Iris Mittenaere (Prancis): edukasi kesehatan gigi dan pencegahan kanker mulut.

2017 – Demi-Leigh Nel-Peters (Afrika Selatan): pertahanan diri melawan kekerasan berbasis gender.

2018 – Catriona Gray (Filipina): kesehatan mental anak dan kesadaran HIV.

2019 – Zozibini Tunzi (Afrika Selatan): kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan.

2020 – Andrea Meza (Meksiko): hak perempuan dan isu anti-kekerasan domestik.

2021 – Harnaaz Sandhu (India): advokasi kesehatan mental dan pesan self-love. Ia sempat menderita Celiac Disease, gangguan autoimun yang membuat tubuh tidak bisa mencerna gluten. Hal ini berdampak pada kenaikan berat badan dan tekanan publik, tetapi justru menguatkan advokasinya tentang penerimaan diri.

‎2022 – R’Bonney Gabriel (Amerika Serikat): fashion berkelanjutan dan inklusivitas.

‎2023 – Sheynnis Palacios (Nikaragua): kesehatan mental dan pemberdayaan pemuda.

‎2024 – Victoria Kjaer Theilvig (Denmark): kesehatan mental, hak hewan, dan kepemimpinan perempuan.

Dari daftar tersebut terlihat jelas bahwa advokasi, konsistensi, dan pesan kuat menjadi kunci utama kemenangan.

Figur yang Menjadi “Queen di Hati Rakyat”

Menjadi Miss Universe bukan hanya soal mahkota, melainkan juga soal diterima dan dicintai oleh rakyatnya. Pia Wurtzbach menjadi simbol keberanian di Filipina. Sheynnis Palacios muncul sebagai figur revolusioner di Nikaragua. Demi-Leigh Nel-Peters berperan melawan diskriminasi sosial..

Media sosial pun menjadi barometer penting. Pemenang jarang menampilkan pesta miras atau unggahan sensual berlebih. Mereka konsisten memperlihatkan advokasi, kepedulian sosial, dan kehidupan sehari-hari yang sejalan dengan misi Miss Universe.

Cerita Inspiratif dari Berbagai Negara

Salah satu kisah paling inspiratif datang dari H’Hen Niê (Vietnam). Ia lahir dari keluarga suku Êđê, komunitas minoritas di Vietnam. Dalam budaya tradisionalnya, perempuan biasanya menikah muda, bahkan di usia remaja. Namun, H’Hen Niê berani menolak pernikahan dini dan memilih melanjutkan pendidikan. Demi membiayai kuliahnya, ia pernah bekerja sebagai asisten rumah tangga.

‎Perjalanan hidupnya penuh perjuangan hingga akhirnya ia menjadi model sukses dan terpilih mewakili Vietnam di Miss Universe 2018. H’Hen Niê mencetak sejarah sebagai orang Vietnam pertama yang masuk Top 5 Miss Universe. Kisahnya menjadi inspirasi bagi perempuan muda Vietnam untuk berani melawan keterbatasan sosial dan budaya.

Kisah lain datang dari Harnaaz Sandhu (India, 2021). Meski menghadapi Celiac Disease dan tekanan publik atas perubahan fisik, ia menjadikan pengalaman itu sebagai kekuatan dalam kampanye self-love.

‎Semua kisah ini menunjukkan bahwa Miss Universe adalah panggung bagi perempuan tangguh yang menginspirasi.

Catatan untuk Indonesia: Menjadi Ratu di Hati Rakyat

Bagi perwakilan Indonesia, ada pelajaran penting yang harus diambil. Miss Universe bukan hanya tentang kecantikan atau kepopuleran di media sosial, melainkan tentang bagaimana seseorang menjaga konsistensi dengan nilai-nilai bangsa.

Sebagai figur publik yang membawa nama Indonesia, gaya hidup seorang kandidat harus mencerminkan nilai Pancasila. Kehidupan pribadi seorang wakil bangsa tidak lagi menjadi milik pribadi semata, tetapi menjadi milik 280 juta rakyat Indonesia.

Indonesia tidak hanya membutuhkan ratu di panggung internasional, tetapi juga ratu di hati rakyatnya sendiri.

Penutup
Sepuluh tahun perjalanan Miss Universe menunjukkan transformasi besar dari sekadar kontes kecantikan menjadi wadah advokasi global. Pemenang bukan lagi dipilih hanya karena wajah cantik atau tubuh ideal, melainkan karena kekuatan karakter, konsistensi, dan advokasi yang menginspirasi jutaan orang.

‎Bagi Indonesia, hal ini menjadi cermin bahwa untuk bisa bersaing di panggung dunia, seorang kandidat harus tampil autentik, membawa misi dan menjaga konsistensi nilai dengan budaya bangsa. Hanya dengan begitu, ia bisa menjadi queen di hati rakyat sebelum menjadi ratu di panggung Miss Universe.(*)

Daftar Referensi

Miss Universe Organization – The Competition

‎Miss Universe Organization – The Legacy

Pageant Planet – How Do Judges Score Beauty Pageants?

PEP.ph – All Miss Universe Winners Throughout the Years

Inquirer.net – Pia Wurtzbach reflects on her Miss Universe win, advocacy works

Detik (Wolipop) – “Kisah Inspiratif Miss Universe Vietnam, Pernah Jadi PRT Demi Bisa Kuliah”