Merdeka Itu… Definisi yang Hidup dalam Setiap Kita

Oleh: Parlin Yusuf


Hari ini, 17 Agustus 2025, bangsa Indonesia kembali menandai perjalanan panjang kemerdekaan yang ke-80. Delapan dekade bukanlah waktu yang singkat. Setiap tahunnya, kita merayakan hari bersejarah ini dengan upacara, bendera merah putih, dan berbagai simbol nasionalisme. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang lebih dalam: bagaimana setiap orang memaknai arti merdeka.

Di media sosial pagi ini, timeline kita dipenuhi beragam status, unggahan foto, hingga video singkat yang menyiratkan tafsir masing-masing tentang kemerdekaan. Ada yang menuliskan bahwa merdeka adalah bebas berpendapat tanpa takut dibungkam. Ada pula yang mengartikan merdeka sebagai mampu hidup layak tanpa dihantui kesulitan ekonomi. Sebagian lainnya menyebut, merdeka itu saat anak-anak bisa sekolah tanpa hambatan biaya, atau saat rakyat kecil tak lagi cemas kehilangan hak atas tanah dan lautnya.

Merdeka, pada akhirnya, memang bukan satu definisi yang kaku. Ia adalah ruang tafsir yang cair, menyatu dengan pengalaman hidup tiap orang. Bagi petani, merdeka berarti sawah yang subur dan hasil panen yang dibayar dengan harga pantas. Bagi nelayan, merdeka adalah ketika lautan tetap menjadi sumber penghidupan, bukan ajang eksploitasi oleh kapal-kapal raksasa. Bagi generasi muda, merdeka bisa berarti bebas berkarya, berinovasi, dan menemukan jati diri tanpa harus terusik diskriminasi.

Namun di Kabupaten Banggai sendiri, kita masih punya banyak pekerjaan rumah untuk benar-benar merdeka. Merdeka dari jalan rusak yang memutus akses desa dan kota. Merdeka dari listrik yang belum merata hingga pelosok. Merdeka dari harga kebutuhan pokok yang masih melambung di pasar. Merdeka dari masalah klasik pupuk langka dan hasil panen yang tak sebanding dengan jerih payah petani. Bahkan di sektor kelautan, nelayan kita masih sering berhadapan dengan biaya solar yang mahal dan permainan harga oleh tengkulak.

Problem sosial juga masih mengadang. Di Luwuk Timur, misalnya, masih banyak warga kesulitan mengakses air bersih. Ironis memang, ketika daerah kaya sumber daya alam, tetapi warganya masih harus antre jeriken demi setetes kehidupan. Pelayanan kesehatan di desa-desa pelosok pun belum merata, sehingga masyarakat harus menempuh jarak jauh hanya untuk mendapat perawatan sederhana. Demikian pula dengan isu kemiskinan, pengangguran, hingga kenakalan remaja yang mengintai generasi muda Banggai. Semua ini adalah pekerjaan rumah besar agar kemerdekaan benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari.

Di usia 80 tahun, Indonesia semestinya semakin matang. Kabupaten Banggai, dengan segala potensi alamnya yang luar biasa—dari laut, minyak dan gas, hingga pertanian—seharusnya bisa menjadi contoh bagaimana kekayaan itu dikelola untuk kemerdekaan rakyatnya sendiri, bukan hanya segelintir orang.

Maka, di Hari Ulang Tahun ke-80 RI ini, marilah kita bertanya pada diri sendiri: apa arti merdeka bagiku, dan apa yang masih harus kita merdekakan di tanah Banggai tercinta?
Karena setiap jawaban yang lahir akan memperkaya makna kemerdekaan kita bersama.

Selamat Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia!
Merdeka! 🇮🇩

Iklan HUT RI Bantayan