LAPORAN: PARLIN YUSUF
Dugaan Penyimpangan Bantuan Menguat, Anggota Kelompok Desak Audit Menyeluruh
Program percetakan persawahan seluas 30 hektare di Desa Hunduhon, Kecamatan Luwuk Timur, menuai sorotan tajam. Bantuan yang seharusnya menunjang produktivitas pertanian justru memunculkan konflik internal kelompok dan dugaan penyalahgunaan dana serta aset kelompok.
Sejumlah anggota Kelompok “Perjuangan”—nama kelompok penerima bantuan—secara terbuka menyampaikan kekecewaan mereka terhadap kepemimpinan Ketua Kelompok, Markiano alias Cili. Mereka menduga kuat bahwa berbagai bantuan pemerintah, termasuk pupuk, alat pertanian, hingga dana ratusan juta rupiah, tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Bantuan Diduga Dijual, Anggota Tidak Pernah Dilibatkan
Alton, salah satu anggota kelompok, mengaku sejak awal tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan kelompok maupun pendistribusian bantuan.
“Kami tahu ada bantuan, tapi kami tidak diajak terlibat. Semua proses diatur sendiri oleh ketua kelompok. Traktor bantuan malah sudah berada di kelompok lain. Mesin penggiling padi katanya juga tidak ada, padahal kami tahu itu seharusnya bagian dari program,” ungkap Alton Sabtu (19/7).
Alton menambahkan bahwa dari total pupuk 7,5 ton (setara 150 karung) yang disalurkan, kelompok hanya menerima 10 karung. Sisanya disebut-sebut ditarik oleh oknum TNI tanpa berita acara resmi.
Ia juga menyoroti lahan sawah percontohan yang terbengkalai hingga hari ini. “Kalau bantuan benar-benar dipakai, seharusnya lahan ini sudah ditanami dan menghasilkan. Faktanya, tidak ada kegiatan. Kandang sapi rusak, gudang tak dipakai, dan sapinya malah dibawa ke kandang milik pribadi ketua di Desa Uwedikan,” tegasnya.
Yaris: Fasilitas Ada Tapi Tidak Dimanfaatkan
Nada serupa disampaikan Yaris Lagarinda. Ia bahkan meminta Kejaksaan Negeri Banggai dan Dinas Pertanian untuk turun tangan mengusut dugaan penyelewengan tersebut.
“Kami siap mendampingi langsung ke lokasi. Banyak bukti bisa kami tunjukkan. Salah satunya lahan seluas 30 hektare itu yang hingga kini tidak dimanfaatkan. Ini jelas menunjukkan program ini tidak berjalan sesuai harapan,” katanya.
Yaris menyebut ada sejumlah fasilitas seperti kandang sapi dan gudang alat pertanian yang dibangun menggunakan dana bantuan, namun hingga kini tidak difungsikan. Ia juga menyesalkan lemahnya pengawasan dari Dinas Pertanian.
“Sejak awal program ini minim pengawasan. Saat kami tanyakan ke UPT Dinas Pertanian, mereka justru mengaku tidak pernah turun ke lapangan. Lalu siapa yang harus memastikan bantuan digunakan dengan benar?” tukasnya.
Ketua Kelompok Bantah Semua Tudingan
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Kelompok Markiano alias Cili membantah seluruh tuduhan. Ia menyebut bahwa semua bantuan masih ada dan tidak pernah dijual.
“Apa yang mereka sampaikan tidak benar. Pupuk, sapi, dana bantuan, traktor—semuanya masih ada. Mesin penggiling padi juga tidak pernah ada dalam daftar bantuan. Tudingan itu tidak berdasar,” ujarnya saat dikonfirmasi Banggai Post, Kamis (26/6/2025).
Markiano bahkan menyebut bahwa persoalan ini sudah pernah dilaporkan ke Kejaksaan dan telah dilakukan pemeriksaan.
“Kejaksaan sudah turun langsung, bahkan klarifikasi ke Dinas Pertanian. Hasilnya, tidak terbukti. Kalau saya salah, saya pasti sudah dipenjara,” tandasnya.
Permintaan Audit Independen dan Aksi Nyata
Baik Alton maupun Yaris tetap bersikeras bahwa dugaan penyalahgunaan ini harus diusut tuntas. Mereka meminta agar pemerintah daerah, Kejaksaan, dan Dinas Pertanian membentuk tim independen untuk melakukan audit lapangan.
“Kami tidak asal bicara. Fakta di lapangan bisa dicek. Jangan sampai program bagus seperti ini rusak hanya karena ulah segelintir orang. Ini uang negara dan harus ada pertanggungjawaban,” kata Alton.
Mereka pun berharap persoalan ini tidak berhenti pada saling bantah, tapi berujung pada tindakan hukum dan evaluasi menyeluruh. “Kita akan ungkap sampai terang menderang,” tutup Alton.(*)