Dugaan penyimpangan bantuan pemerintah untuk kelompok tani di Desa Hunduhon, Kecamatan Luwuk Timur, semakin menguat setelah sejumlah anggota kelompok buka suara. Mereka menyampaikan sederet kejanggalan dalam realisasi bantuan percetakan sawah yang diterima sejak 2018, mencakup pupuk, traktor, mesin giling, alkon, dan bantuan dana tunai senilai Rp150 juta dan sejumlah dana lain.
Laporan: Parlin Yusuf, Banggai Post

Anggota kelompok Perjuangan, Ones Lawandi, mempertanyakan pernyataan ketua kelompok Markiano alias Cili, yang menyebut bantuan traktor hanya satu unit dan disalurkan pada 2016. Padahal, menurut Ones, berdasarkan data resmi dari dinas terkait, kelompok menerima dua unit traktor tangan pada tahun 2018. “Pernyataan Markiano itu tidak benar. Masak dua unit traktor dibilang hanya satu? Ini aneh,” ujar Ones, Kamis (24/7). Pernyataan Marciano dimaksud merujuk klarifikasinya pada sebuah portal media lokal. Tak hanya traktor, keberadaan dua unit alkon serta mesin penggiling padi merek Yamindo juga tidak diketahui. Anggota mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pendistribusian alat dan hasil bantuan.
“Kami sudah dua kali rapat, sekali internal kelompok dan sekali di Kantor Camat. Markiano berjanji akan memulangkan bantuan, tapi sampai hari ini tidak ada realisasi. Semua alat disimpan di rumahnya dan digunakan untuk kepentingan pribadi,” tambahnya.

Senada, Yaris Lagarinda, anggota lainnya, mengungkapkan bahwa lahan sawah seluas 30 hektare yang seharusnya menjadi objek program bantuan, kini mangkrak dan tidak diolah. “Bagaimana mau diolah kalau alat dan sarana tidak bisa diakses? Kandang sapi dan gudang juga terbengkalai,” jelasnya.
Lebih jauh, Runia Moko, juga dari kelompok yang sama, membenarkan bahwa kelompok tidak pernah mendapat kejelasan tentang sapi bantuan. Ia menyoroti pernyataan dari pihak UPT Pertanian, yang menyebut sapi tersebut bukan berasal dari program pemerintah, melainkan hasil “lobi pribadi” Markiano di Palu.
“Kalau itu benar, sangat janggal. Kenapa bisa disalurkan atas nama kelompok kalau bukan bantuan resmi? Ini perlu diselidiki,” tegas Runia.

Runia juga mendesak adanya transparansi dana Rp150 juta dan sejumlah dana lain yang dikabarkan masuk ke rekening kelompok namun tidak pernah diketahui penggunaannya oleh para anggota. Dia menyebut ada juga dana sebesar Rp 30 juta (dana pematang) yang tidak jelas jutrungannya. Dana itu kata dia tidak masuk rekening alias diberikan tunai kepada ketua kelompok. Mirisnya, kelompok tak pernah dilibatkan dalam proses keuangan dan distribusi, bahkan ada indikasi pemalsuan tanda tangan dan pergantian nama anggota kelompok dalam proposal bantuan.
“Ini semua mengatasnamakan kelompok, tapi kami tidak tahu apa-apa. Seolah-olah kami hanya dicatut,” ungkapnya.
Para anggota kelompok berharap persoalan ini tidak berkembang menjadi ajang saling serang antarwarga, melainkan ditangani secara objektif dan terbuka oleh aparat penegak hukum. “Kami minta pihak Kejaksaan turun langsung ke lapangan mengecek kebenarannya. Kami siap mendampingi dan menunjukkan fakta-faktanya,” ujar mereka.
Sejatinya, kasus ini sempat dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Banggai pada 2021, namun laporan itu belum berkembang dan kini hanya dijadikan referensi penguat atas keresahan baru yang mencuat dari para anggota kelompok di tahun 2025 ini.
Sebelumnya, Banggai Post telah mengangkat investigasi tentang proyek percetakan sawah di Desa Hunduhon yang mandek. Program yang seharusnya menghidupkan 30 hektare lahan sawah dan melibatkan puluhan petani justru terbengkalai, dengan fasilitas seperti kandang sapi dan gudang kosong tak difungsikan.
Ketua kelompok Markiano sempat membantah semua tuduhan dalam pernyataan sebelumnya. Markiano bahkan mengakui kasus ini sudah pernah dilaporkan ke kejaksanaan namun kata dia tidak terbukti adanya penyalahgunaan.(*)
