Pemerintah Kabupaten Banggai menggelontorkan Rp16,5 miliar ke PT Banggai Energi Utama (BEU). Tanpa dokumen Corporate Business Plan (CBP) sebagai pijakan, dana publik itu dinilai tidak lebih dari “modal tanpa kontrol” yang mudah tersedot ke kepentingan politik, birokrasi, bahkan praktik korupsi.
BANGGAI POST – Luwuk, Sorotan terhadap PT BEU kian deras. Radar Sulteng edisi Kamis (11/9) mengungkap perusahaan daerah ini menyedot dana APBD sebesar Rp16,5 miliar. Pencairan modal tersebut bahkan disebut tidak sepenuhnya patuh pada Perda No.7 Tahun 2023 yang seharusnya menjadi landasan tata kelola investasi daerah.
Analis kebijakan Nadjamudin Mointang menegaskan, tanpa CBP yang jelas, penyertaan modal daerah sangat rawan bermasalah. “Tanpa tujuan bisnis yang terukur, uang rakyat bisa dengan mudah diselewengkan. Inilah yang membuat penyertaan modal lebih menyerupai pemberian dana gratis,” tegasnya kepada Banggai Post, Kamis (11/9).

Nadjamudin membeberkan tiga titik lemah. Pertama, tata kelola. Modal tanpa rencana bisnis jelas cenderung digunakan untuk kepentingan politik ketimbang kepentingan usaha. Kedua, kinerja keuangan. “Tanpa proyeksi return on investment, arus kas, atau strategi profitabilitas, modal itu bisa habis hanya untuk biaya operasional jangka pendek,” katanya.
Ketiga, akuntabilitas dan transparansi. Ketiadaan indikator kinerja utama (KPI) dan laporan periodik, lanjutnya, membuat publik maupun DPRD tidak punya ukuran untuk menilai efektivitas modal yang digelontorkan. “Celakanya, kerugian bisa saja ditutupi dengan dalih biaya riset, rapat, atau eksplorasi yang hasilnya tak pernah ada,” ungkapnya.
Menurut Nadjamudin, lemahnya fungsi kontrol DPRD dan Pemda memperparah keadaan. “Kalau pengawasan hanya sebatas formalitas, dana Rp16,5 miliar itu bisa hilang tanpa memberi manfaat nyata bagi daerah,” tandasnya.
Kasus ini, kata dia, harus menjadi alarm keras bagi Pemda dan DPRD. Publik menanti komitmen pengawasan yang benar-benar tegas, agar modal daerah tidak berakhir di kubangan penyimpangan, melainkan menjadi penggerak nyata pendapatan asli daerah.(Alin)