banner 728x250 banner 728x250

Pelestarian Burung Maleo di Tanah Adat Batui Melalui Aksi Peluncuran Wilayah Konservasi Bungin Sambal

Bungin Sambal, Kelurahan Tolando, Kecamatan Batui yang dijadikan sebagai Wilayah Konservasi pelestarian Burung Maleo.[Foto:Ist]

BANGGAIPOST.COM,Batui – Sebagai bentuk nyata pelestarian satwa endemik dan penghormatan terhadap warisan adat Batui, Konau Institut bekerja sama dengan Pemerintah Kelurahan Tolando resmi meluncurkan Wilayah Konservasi Maleo Sambal (KMS) di Bungin Sambal, Kelurahan Tolando, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, pada Selasa 13 Mei 2025.

Kegiatan ini dirangkaikan dengan penanaman simbolik dua butir telur burung maleo oleh tokoh adat Daka’nyo Tolando dan Binsilo Balantang, serta penanaman 115 pohon kemiri oleh Lurah Tolando bersama seluruh peserta sebagai simbol keberlanjutan dan harapan bagi generasi mendatang.

Prosesi peresmian diawali dengan pembacaan dan penandatanganan Piagam KMS, disaksikan oleh Perangkat adat batui, Lembaga adat batui, pemuda, dan masyarakat. Piagam tersebut memuat lima poin utama, yakni:

1.Penetapan wilayah Bungin Sambal sebagai kawasan konservasi untuk perlindungan burung maleo dan ekosistemnya.

2.Melindungi habitat Maleo dari perambahan, perburuan, pertambangan dan aktivitas merusak lainnya.

3.Pengelolaan berbasis kearifan lokal dan partisipasi masyarakat adat.

4.Menguatkan peran lembaga adat, Perangkat adat, masyarakat Adat dan Pemuda dalam merawat hutan dan alam

5.Menjadi acuan resmi bagi semua pihak — termasuk pemerintah, aparat, dan lembaga pembangunan — bahwa segala kegiatan diwilayah ini harus menghormati nilai-nilai adat dan prinsip konservasi.

Dalam sambutannya, Lurah Tolando, Budiarto K. Abdurahman, S.Sos, menyampaikan bahwa pelestarian burung maleo bukan hanya soal ekologi, tapi juga soal identitas dan kehormatan masyarakat adat Batui.

“Saya mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu menjaga habitat burung maleo. Tanpa dukungan dari kita semua, kelangsungan hidup burung ini akan terancam,” ujarnya.

Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Konau Institut dan semua pihak yang telah mendukung kegiatan ini sebagai bagian dari amanah para leluhur.

Ahmad Yasin Siyah, Ketua Panitia Pelaksana, dengan penuh keyakinan mengungkapkan bahwa peluncuran wilayah konservasi ini adalah langkah pertama dari tekad bersama masyarakat Batui untuk menjaga kelestarian burung maleo dan ekosistemnya di atas tanah adat yang telah lama diwariskan oleh leluhur.

“Ini bukan hanya soal melestarikan satwa, tetapi ini adalah bentuk penghormatan kami terhadap warisan leluhur yang telah tertanam dalam jiwa kami. Kami percaya bahwa menjaga hidup burung maleo di tanah adat Batui adalah kewajiban kami, sebagai penerus tradisi dan penjaga adat istiadat yang telah mendarah daging dalam kehidupan kami,” ujar Ahmad Yasin dengan penuh semangat.

Kegiatan berlangsung dari pukul 08.00 hingga selesai, dengan rangkaian acara mulai dari registrasi tamu, laporan ketua panitia, sambutan pejabat dan tokoh adat, hingga penanaman dan ramah tamah bersama warga.

Peresmian Wilayah Konservasi Maleo Sambal ini menjadi langkah awal yang penting bagi gerakan pelestarian ekologis berbasis adat di Sulawesi Tengah, sekaligus menandai kebangkitan kesadaran masyarakat Batui dalam menjaga ruang hidupnya secara kolektif dan bermartabat.(*)