BANGGAIPOST.COM,Luwuk- Kabar Pemekaran Wilayah Timur Kecamatan Pagimana (Kabetean) belakangan ini terus bersileweran di media sosial FB maupun Grup WA.
Kabar Pemekaran Kecamatan Kabetean ini diketahui sudah melalui proses yang cukup panjang.
Awalnya gagasan Kecamatan Kabetean tergabung beberapa desa yaitu Desa Siuna, Samajatem, Toipan, Poh, Tombang, Huhak, Bungawon, Bondat, Tintingan dan Uwedaka.
Namun informasi terakhir desa-desa yang tergabung dalam gagasan itu berubah menjadi Siuna, Samajatem, Toipan, Poh, Tombang, Huhak, Bungawon, Bondat, Tintingan dan bertambah empat desa dari kepulauan : Bajo Poat, Gomuo, Tampe dan Balaigondi.
Abdul Salewo, pemuda dari Kepulauan Poat yang juga kini aktif sebagai Pengurus Cabang GMNI Luwuk Banggai memberikan Komentarnya.
Menurutnya, gagasan Kecamatan Kabetean ini pada dasarnya didukung. Namun, jika mengikutsertakan empat Desa Pulau Poat.
Maka, sebagai masyarakat Desa Balaigondi menolak untuk bergabung.
Mahasiswa Fakultas Hukum tingkat akhir Unismuh Luwuk ini, membeberkan beberapa alasan masyarakat Balaigondi untuk tidak bergabung.
Pertama, bahwa dilihat secara Geografis Pulau Poat ini Lebih memungkinkan untuk tetap bergabung di Kecamatan Pagimana.
Kedua, aktifitas pelayanan sosial, pemerintahan, kesehatan, dan lain-lain juga lebih memungkinkan jika tetap di wilayah induk Kecamatan Pagimana.
Ketiga, jika bergabung ke Kecamatan Kabetean maka konsekuensinya, aktivitas atau perjalanan ke ibukota Kabetean akan menimbulkan Biaya tambahan (Double Cost) yang artinya masyarakat akan mengeluarkan uang lebih banyak, berbeda dengan jika tetap di wilayah induk Pagimana.
Abdul juga memnyampaikan bahwa ikut bergabungnya empat desa Pulau Poat itu adalah keputusan sepihak Kepala Desa dan BPD khusunya di Desa Balaigondi.
“Belum ada pertemuan ataupun musyawarah di tingkatan desa yang membahas ini, tiba-tiba mengatasnamakan masyarakat, kami akan membuat mosi tidak percaya, karena ada musyawarah mufakat yang di langkahi pemerintah desa,” tegasnya. (*)