Berlari dengan Gaya: Bagaimana Outfit Membentuk Mindset Pelari


Oleh: Kamiliya Hafshah Mointang, S.Psi


Di tengah maraknya tren lari di Indonesia, muncul fenomena baru yang disebut pelari kalcer. Istilah ini mengacu pada para pelari yang tidak hanya mengejar performa, tetapi juga gaya. Mereka tampil dengan sepatu lari mutakhir, pakaian olahraga berdesain cerah, dan aksesori seperti jam tangan pintar. Komunitas seperti Indorunners serta unggahan di media sosial memperlihatkan bahwa outfit menjadi bagian integral dari pengalaman berlari. Pertanyaannya, apakah pakaian ini sekadar urusan estetika, atau justru memiliki dampak psikologis yang meningkatkan semangat pelari? Esai ini mengkaji hubungan antara outfit dan motivasi lari melalui pendekatan psikologi.

Kenyamanan Fisik, Kesiapan Mental

Teori embodied cognition (Barsalou, 2008) menegaskan bahwa tubuh dan pikiran saling terhubung erat. Pakaian lari yang nyaman — seperti sepatu dengan bantalan optimal atau pakaian berbahan breathable — menciptakan sensasi fisik yang mendukung fokus dan kenikmatan saat berlari. Di Indonesia, di mana acara seperti Jakarta Marathon menarik ribuan pelari, outfit yang tepat tidak hanya meningkatkan performa fisik, tetapi juga memperkuat kesiapan mental. Rasa nyaman dari pakaian olahraga dapat memicu sikap positif, membuat pelari lebih termotivasi untuk berlari secara konsisten.

Berpakaian sebagai Pelari, Menjadi Pelari

Menurut Self-Perception Theory (Bem, 1972), individu membentuk identitas berdasarkan perilaku yang mereka amati pada diri sendiri. Ketika seseorang mengenakan pakaian lari yang stylish — seperti yang sering terlihat di komunitas lari urban Urban Runners di Surabaya — mereka mulai memandang diri sebagai pelari sejati. Proses ini terutama terjadi pada pelari pemula yang terinspirasi oleh tren di media sosial. Outfit yang mencerminkan identitas pelari memperkuat komitmen, mengubah kebiasaan berlari dari sekadar tren menjadi bagian dari gaya hidup.

Konteks Sosial dan Tren Lari di Indonesia

Fenomena pelari kalcer tidak terlepas dari pengaruh media sosial dan komunitas lari di Indonesia. Platform seperti Instagram, dengan akun-akun populer seperti @runners_id, menampilkan gaya pelari urban yang modis, mendorong pelari untuk berinvestasi pada outfit berkualitas. Acara lari massal seperti Borobudur Marathon juga menjadi ajang untuk menampilkan gaya sekaligus semangat berlari. Outfit yang tepat bukan hanya meningkatkan rasa percaya diri, tetapi juga mempererat ikatan sosial dalam komunitas — yang pada gilirannya memperkuat motivasi untuk terus berlari.

Dampak Psikologis dan Konsistensi

Kombinasi antara kenyamanan fisik (embodied cognition) dan pembentukan identitas (self-perception) menunjukkan bahwa outfit berperan besar dalam membangun motivasi lari. Pelari kalcer yang merasa nyaman dan percaya diri dengan pakaian mereka cenderung lebih konsisten, baik dalam latihan mandiri maupun acara lari. Dukungan sosial dari komunitas dan media sosial memperkuat efek ini, menciptakan siklus positif antara gaya, semangat, dan gaya hidup aktif.

Kesimpulan

Fenomena pelari kalcer di Indonesia memperlihatkan bahwa outfit bukan sekadar fashion, tetapi alat psikologis yang membentuk identitas dan meningkatkan motivasi lari. Teori embodied cognition menjelaskan bagaimana kenyamanan fisik mendukung kesiapan mental, sementara self-perception theory menggambarkan proses pembentukan identitas pelari melalui pakaian. Di tengah maraknya komunitas lari dan pengaruh media sosial, outfit menjadi jembatan antara gaya dan kesehatan. Tren ini, yang terlihat dari Jakarta hingga Yogyakarta, menginspirasi lebih banyak orang untuk berlari dengan percaya diri dan menjalani hidup sehat dengan semangat. Dengan demikian, berlari tidak lagi hanya soal fisik, tetapi juga tentang bagaimana kita memandang dan menampilkan diri.(*)

Daftar Pustaka

Barsalou, L. W. (2008). Grounded cognition. Annual Review of Psychology, 59, 617–645.
Bem, D. J. (1972). Self-perception theory. In L. Berkowitz (Ed.), Advances in Experimental Social Psychology (Vol. 6, pp. 1–62). Academic Press.