Surat Edaran Bupati Banggai Soal Larangan Distribusi Beras Lemah Secara Hukum

Banggaipost, Luwuk

Kebijakan Bupati Banggai yang menghentikan sementara pendistribusian beras keluar daerah menuai sorotan dari kalangan analis kebijakan.
Surat Edaran Nomor 510/1556/DISDAGKOP-UKM/2025 yang ditandatangani Bupati Banggai Ir. H. Amiruddin, MM pada 3 September 2025 itu memerintahkan agar penyaluran beras ke luar wilayah dihentikan sementara, dengan alasan menstabilkan harga di tingkat lokal.

Namun, analis kebijakan publik Nadjamudin Mointang menilai kebijakan tersebut memiliki kelemahan hukum karena menyangkut urusan pemerintahan yang bukan menjadi kewenangan daerah.

Menurutnya, perdagangan antarwilayah—baik antarprovinsi maupun antarkabupaten—merupakan urusan pemerintah pusat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan.

“Secara hukum, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melarang perdagangan antarwilayah. Itu sudah termasuk domain pemerintah pusat,” ujar Nadjamudin dalam siaran pers yang diterima media ini, Minggu (26/10).

Ia menambahkan, lemahnya dasar hukum surat edaran tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi.Pertama, pelaku usaha atau petani dapat menolak atau mengabaikan isi surat tanpa sanksi hukum. Kedua, penegakan aturan menjadi sulit karena tidak ada dasar legal untuk menindak pihak yang tetap menjual beras ke luar daerah. Ketiga, berpotensi menimbulkan konflik kebijakan antara Pemda dan instansi vertikal seperti Bulog, Dinas Perdagangan Provinsi, maupun Badan Pangan Nasional (Bapanas).

“Surat edaran itu pada dasarnya lebih bersifat imbauan moral dan administratif. Tidak bisa dijadikan dasar untuk menindak secara hukum,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, kebijakan penghentian sementara pendistribusian beras keluar daerah dikeluarkan menyusul hasil rapat koordinasi TPID Provinsi Sulawesi Tengah pada 2 September 2025. Kabupaten Banggai disebut sebagai salah satu daerah yang berkontribusi terhadap kenaikan inflasi karena lonjakan harga beras di pasar lokal.

Sebelumnya seperti dikutip dari Kabarluwuk.com, kebijakan ini memicu protes dari petani dan pelaku usaha. Petani, terutama di Kecamatan Toili, menilai larangan ini merugikan karena membatasi pasar mereka, menyebabkan harga beras lokal anjlok, dan tidak disertai solusi penyerapan hasil panen. Mereka menganggap kebijakan ini tidak adil dan berpotensi melanggar aturan perdagangan, sehingga berencana menggugat Pemerintah Kabupaten Banggai dan ASDP, yang diduga ikut menghambat pengiriman beras melalui pelabuhan.

Pemerintah mengancam sanksi bagi pelaku yang melanggar larangan ini sesuai peraturan yang berlaku. Sementara itu, pengamat ekonomi daerah memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu konflik antara petani dan aparat pelabuhan.(*/Alin)