JAKARTA– Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan sengketa Pilkada Banggai pada Rabu, 12 Februari 2025. Sidang yang dipimpin oleh Saldi Isra ini beragendakan pembuktian, termasuk mendengarkan keterangan saksi/ahli serta memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan.
Dalam persidangan, ahli pemohon, Margarito Kamis, menyoroti kebijakan pelimpahan sebagian kewenangan dari Bupati kepada Camat, yang disertai dengan alokasi anggaran sebesar Rp5 miliar per kecamatan.
Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 71 Undang-Undang Pilkada, yang secara tegas melarang kepala daerah menggunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri.
“Bagi saya, dan saya yakin MK sependapat, ini adalah cara petahana memastikan semua pihak dalam sistemnya patuh. Pasal 71 UU Pilkada itu hadir untuk memastikan keadilan, agar mereka yang menguasai sumber daya politik dan keuangan tidak semena-mena menggunakan APBD untuk kepentingan elektoral,” tegas Margarito.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan dasar hukum dari penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur pelimpahan kewenangan tersebut, terutama mengingat aturan itu dikeluarkan hanya beberapa bulan sebelum pencoblosan.
“Mengapa perlu membuat Perbup baru, padahal sudah ada PP dan regulasi dari Kemendagri yang mengatur fungsi Camat? Kenapa tiba-tiba menjelang Pilkada ada Perbup yang mengalokasikan Rp5 miliar per kecamatan? Ini jelas bukan kebijakan yang objektif, melainkan upaya menggunakan APBD untuk kepentingan pribadi,” lanjutnya.
Margarito juga menekankan bahwa dana yang dikucurkan dalam program tersebut diiringi dengan kehadiran langsung petahana dalam berbagai kegiatan, yang menurutnya semakin menguatkan dugaan penyalahgunaan wewenang.
“Kalau ini bukan penyalahgunaan wewenang, lalu apa namanya? Di hadapan publik, ada kepala daerah yang menggunakan uang rakyat, menerbitkan Perbup, dan mengarahkan anggaran untuk kepentingan elektoralnya sendiri. Tidak ada argumentasi rasional yang bisa membenarkan ini,” tegasnya.
Di akhir keterangannya, Margarito menegaskan bahwa keputusan yang paling adil dalam perkara ini adalah membatalkan pencalonan petahana.
Diketahui, untuk sidang pembacaan putusan, MK menjadwalkan pada Senin 24 Februari 2025 mendatang. (*)