Industrialisasi Bidang Perikanan; Solusi Maksimalkan Potensi Daerah

Oleh:  Patwan Kuba
Wakil Ketua I DPRD Kab. Banggai Laut


POTENSI Sumber Daya Alam (SDA) di wilayah Banggai Laut (Balut) dengan luas bentang laut kurang lebih 96% secara geografis, meeupakan surga kecil diujung Timur Sulawesi yang dititipkan Allah SWT, dan menjadi keistimewaan daerah ini. Bukan hanya sekadar mengeksplorasi eko wisata baharinya tetapi dengan potensi hasil perikanan yang sangat besar , maka ini dapat dikelola sehingga menjadi ikon dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Jika ditinjau dari Sumber Daya Perikanan (SDP), Kabupaten Balut merupakan salah satu aset primadona Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Hal Itulah yang menjadi faktor pembeda antara kita (Balut,red) dan daerah lainnya, mirisnya sektor tersebut belum terkelola dengan baik, sehingga belum memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan daerah terutama peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Olehnya itu untuk memaksimalkan komoditas tersebut, butuh keseriusan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membuat keputusan yang strategis dan menjadi preferensi kepala daerah.

Melalui tulisan ini, saya hendak mengajak kepada semua stakeholder, pihak-pihak terkait dan pemangku kepentingan di wilayah Balut termasuk rekan- rekan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Balut untuk bahu-membahu mencurahkan gagasanya agar sumber daya tersebut menjadi keunggulan pada daerah ini. Dengan upaya itu, kita dapat mengoptimalkan potensi- potensi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Selain dana perimbangan yang menjadi jatah tahunan setiap daerah yang berasal dari Pemerintah Pusat, seyogyanya, kemandirian kita sebagai daerah yang memiliki komoditas unggulan di bidang perikanan ini dapat dimanfaatkan serta ditampilkan kepublik pada skala regional, nasional maupun internasional, harapan besar itu ada jika kita semua serius dan berkomitmen, sebab kiat-kiat itu telah kita pahami bersama.

Di tengah kondisi fiskal pemerintah pusat yang tidak stabil akibat pandemi Corana Virus 19 (Covid-19) yang mengakibatkan penerimaan negara minim, sehingga juga ikut berdampak terhadap berkurangnya penerimaan dana perimbangan ke daerah. Olehnya karena itu Pemda harus berpikir keras agar daerahnya bisa menghasilkan uang sendiri, agar lebih mandiri.

Dengan melakukan kerjasama dan menghadirkan investor sebanyak-banyaknya, dengan catatan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, maka secara tidak langsung, daerah diimbau untuk berdagang agar bisa menghasilkan pendapatan sendiri, sehingga meminimalkan ketergantungan dana dengan pemerintah pusat.

Dalam beberapa kesempatan rapat dengan Pemda, saya kerap kali menyampaikan agar Kabupaten Balut harus menjadi daerah yang membangun kawasan industri di bidang perikanan, karena kita memiliki potensi SDP yang melimpah, karena yang memiliki otoritas itu hanyalah pemerintah daerah tentu dengan caranya sendiri.

Sesungguhnya, cita-cita menjadikan Balut menjadi kawasan industri perikanan terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah atau dengan cakupan wilayah yang lebih luas lagi: Pulau Sulawesi, ini merupakan tujuan kita semua demi terciptanya kesejahteraan masyarakat Balut yang ditopang oleh hasil lautnya sendiri.

Jika itu bisa dilakukakn saya dapat memprediksi, ini akan menjadi lumbung pangan ikan berskala nasional.

Hal itu memungkin, Lihat saja setiap trip kapal pada rens waktu tiap dua minggu. Ikan-ikan yang ditangkap oleh nelayan kita dikirim ke Daerah Papua, Surabaya, Makassar dan Ibu Kota Jakarta. Jumlahnya terbilang amat besar yakni 10-20 kontainer setiap pengiriman. Belum termasuk ikan yang dibawa langsung oleh kapal-kapal nelayan ke Kota Kendari, Morowali untuk suplai kebutuhan perusahaan pertambangan nikel terbesar di Sulawesi yakni PT.IMIP dan juga untuk Perusahaan minyak PT. Senero Donggi LNG di Batui Kabupaten Banggai.

Simpelnya, jika kita menghitung angka terkecil dalam 1 kontainer, kemudian dirata-ratakan isinya 10 ton x 10 kontainer setiap dua minggu, maka totalnya adalah 100 ton setiap minggu aktivitas pengiriman ikan dari Kabupaten Balut. Itu semua belum termasuk ikan yang langsung dibawa ke tempat-tempat lain yang tidak terdeteksi. Itu adalah angka yang terbilang fantastik untuk menggenjot PAD.

Bayangkan saja, kalau ikan 100 ton setiap dua minggu dan sebulan, kita bisa memperoleh 200 ton. Coba ambil angka rata-rata dalam setiap bulan adalah 100 ton, dan jumlah ini tidak lagi dikirim dalam bentuk bahan mentah ke Pulau Jawa dan sekitarnya, melainkan diolah oleh pabrik pengalengan ikan dan jenis pengolahan lain di Balut. Bisa dibayangkan PAD Balut, sudah tentu akan naik secara signifikan.

Sebagaimana kita tahu bahwa dalam mengimplementasikan komitmen pembangunan daerah, uraian gagasan semacam ini perlu disampaikan secara komprehensif tetapi untuk proses eksekusinya, ini merupakan tanggung jawab pemerintah saat ini agar dapat merumuskan kawasan industri perikanan di Balut agar segera terwujud.

Pemda seyogyanya harus segera membuat peta investasi perikanan, karena potensi kita teridentifikasi pada sektor perikanan. Peta invetasi perikanan yang berisi segala potensi perikanan kita, karena para investor atau pengusaha besar akan melihat dari titik itu. Oleh karenanya, data itu dibuat oleh lembaga yang tunjuk oleh peraturan perundang-undangan, sehingga kredibilitas Pemerintah Daerah tetap terjaga dan terpercaya oleh investor.

Ini sudah bukan lagi saatnya kita bicara ‘ngawur’, mengkhayalkan kita punya ikan setiap bulan ratusan ton tanpa didukung dengan data, riset, ilmu pengetahuan dan teknologi, karena para investor kerap mengacu pada aspek penunjang yakni Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) yang didukung data Valid.

Peta invetasi perikanan tersebut akan dilaporkan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Investasi/BKPM. Kita perlu melaporkan ini, agar pemerintah pusat tahu bahwa kita punya hasil ikan yang lumayan banyak secara data dari hasil tangkapan; memiliki nelayan tangkap dan armada yang cukup untuk mendukung cita-cita ini. Karena selama ini, kita telah banyak mengirim ikan ke Pulau Jawa dan sekitarnya, namun yang dikenal bukanlah daerah kita.

Tugas DPM – PTSP Kabupaten, DPM PTSP Provinsi berkolaborasi Kementrian Investasi/BKPM adalah menjual potensi sumber daya alam ini kepada para pengusaha, baik dalam Negeri maupun Luar Negeri—tapi harus didukung dengan data dari daerah kita.

Saya mengutip pernyataan Pak Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia yang mengatakan bahwa target investasi pemerintah pusat itu senilai 900 triliun pada tahun 2021 yang akan didistribusikan ke seluruh pelosok Indonesia untuk daerah-daerah yang memiliki potensi agar bekerjasama dengan investor.

Kawasan industri perikanan telah final, maka, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi akan melirik daerah kita. Coba fokuskan pandangan kita ke wilayah Kabupaten Banggai. Daerah itu terkenal dengan kehebatannya kala ditinjau dari komoditas unggul yang dimilikinya yaitu migas. Lihat juga Kabupaten Morowali, Morowali Utara; karena ada Nikel Ore yang dapat dikeruk di sana, dan menjadi perbincangan nasional bahkan internasional. Kacamata dunia melirik ke wilayah mereka.

Bagaimana dengan daerah kita?

Banggai Laut bisa terkenal juga dengan hadirnya kawasan industri perikanan di kawasan Sulawesi dan Indonesia Timur. Sentral perdagangan ikan niscaya akan terwujud di Kabupaten Banggai Laut.

Bayangkan saja, jika ada pabrik-pabrik pengolahan berskala besar di Banggai Laut, maka akan dampaknya adalah terserapnya ribuan tenaga kerja lokal. Hal ini berkontribusi pada pendapatan masyarakat jadi lebih meningkat, daya beli menjadi naik, dan itu adalah tujuanya kita berdaerah yakni Mensejahterakan masyarakat.

Contoh paling dekat adalah Kota Bitung. Di ujung utara Sulawesi (Bitung), pabrik-pabrik ikan besar berdiri dengan megah, dan Kota Bitung hanya mengandalkan sektor perikanannya. Demikian pula jika Balut dapat memaksimalkan potensi besar itu. Di ujung timur Sulawesi pun demikian.

Kita tidak boleh puas dengan pabrik-pabrik yang ada saat ini, karena pabrik tersebut tidak melakukan proses pengolahan, sehingga kehadiran produk lokal tidak dapat kita tampilkan dalam bentuk barang jadi (produksi asli Balut). Justru yang terjadi adalah ikan hanya dibekukan, disimpan dan dikirim. Proses pengolahannya di wilayah Jawa atau Makassar dan memakai merek pabrik Makassar dan/atau Surabaya.

Pada akhirnya, semua kembali pada komitmen kita bersama untuk mewujudkan industrialisasi di bidang perikanan yang berdampak untuk semua lapisan masyarakat, butuh keseriusan pemerintah daerah dalam menilik potensi yang ada di wilayahnya.

Bukan rahasia umum lagi, di luar sana, ketika mendengar nama “Banggai Laut”, praktis orang-orang mendakwa/klaim daerah ini memiliki potensi penghasil ikan yang menjanjikan (baca: melimpah). Itu fakta. Sebab, laut telah lama menjadi sumber penghidupan masyarakat pesisir di Bumi Tano Monondok ini. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *